FIKIH PAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH
Hukum
Celana Di Bawah Mata Kaki.
Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang
celananya di atas mata kaki (cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan
menggelarinya sebagai ‘celana kebanjiran’. Pembahasan kali ini –insya Allah-
akan sedikit membahas mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang
pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan.
Penampilan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis
Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki,
sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat
melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas
mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ :
« اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ :
« أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang
berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang
laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’
Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah
yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat
kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”
(Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah
Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi.
Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan
kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah,
hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)
Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang
menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki.
Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik
bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan
teladan. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)
Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki
Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja kami
bagi menjadi dua bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian Syaikh
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’
pada Bab Satrul ‘Awrot.
Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan
sombong.” (HR. Muslim no. 5574).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan
melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih Muslim.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti,
tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu
Abu Dzar berkata,
خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian
dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no.
306). Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau
celananya di bawah mata kaki.
Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no.
5787)
Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan
masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama -sebagaimana
terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas- yaitu menjulurkan celana di bawah mata
kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus pertama ini sangat berat yaitu
Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan
disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk
dosa besar.
Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa sombong.
Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita
membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits muqoyyad
dari Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan
ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri yang menjelaskan dua kasus ini
sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits yang dimaksud
sebagai berikut.
إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ - أَوْ لاَ جُنَاحَ - فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika
diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut
berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu
diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari
kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani
dalam Shohih Al Jami’ Ash Shogir, 921)
Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama
dan kedua berbeda.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong
maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu Huroiroh pada kasus
kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti yang
dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat
ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak
dilakukan dengan sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An
Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam
Syafi’i serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di
Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-.
Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari hadits-hadits yang ada
menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus berbeda. Jika hal ini dilakukan
dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika dilakukan tidak dengan sombong, maka
kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan adanya ancaman neraka. Bahkan dalam
hadits Abu Sa’id Al Khudri dibedakan hukum di antara dua kasus ini. Perhatikan
baik-baik hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut berada di bawah mata
kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan
sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti). Jadi,
yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap mendapatkan
hukuman. Wallahu a’lam bish showab.
Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang menyatakan makruh seperti
An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah
boleh kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang
mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh
dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh
sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh
itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah tersebut.
Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi
taufik kepada kita semua.
Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata
Kaki
Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana Abu Bakr
dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan
semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut.
Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami
katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya salah satu ujung
sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini bukan
berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun
sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal
(menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap bahwa
mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan
kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga
berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot
tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut
dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih
daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat,
tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan
yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian
baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah
melakukannya karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku
seperti di atas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen)
sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)?! Akan tetapi syaithon
membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar
(dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk
membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan
yang lurus kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar
mendapatkan petunjuk dan ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul
Aqidah, hal. 547-548).
Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang menta'ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah.” (QS.
An Nisa’ [4] : 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS.
An Nur [24] : 54)
Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu
‘anhu seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu
‘anhum,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang
mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut
dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya
sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud,
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)
Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana
Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang
menceritakan sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di atas
mata kaki, sampai-sampai di ujung kematian masih memperingatkan hal ini.
Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar
bin Al Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang
mendatanginya di saat menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang
pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi,
terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata,
رُدُّوا عَلَىَّ الْغُلاَمَ
“Panggil pemuda tadi!” Lalu Umar berkata,
ابْنَ أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ ،
“Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu
akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu.”
Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat penting.
Jika ada yang mengatakan ‘kok masalah celana saja dipermasalahkan?’ Maka cukup
kisah ini sebagai jawabannya. Kita menekankan masalah ini karena salaf
(shahabat) juga menekankannya. -Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan
kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar