Tiga
istilah ini merujuk kepada benda yang sama, yaitu topi tradisional yang
dikenakan oleh masyarakat Melayu, Brunei dan Indonesia. Topi ini
berbentuk empat persegi panjang (oblong)
tanpa pinggiran dan terbuat dari beludru berwarna hitam. Konon topi ini
diperkenalkan oleh saudagar Arab yang sekaligus menyebarkan agama Islam
ke kawasan Asia Tenggara enam abad silam. Namun dewasa ini, kopiah
alias peci alias songkok, merupakan identitas khas orang Melayu, karena
di tanah Arab sendiri pun tak dijumpai penduduk setempat yang mengenakan
topi ini.
Sangat
menarik menelisik asal kata (etimologi) ketiga istilah di atas.
Pertama, istilah ‘kopiah’ yang juga menjadi istilah dalam bahasa Jawa.
Istilah ini ternyata mengadopsi dari kata Arab ‘keffieh’, ‘kaffiyeh’, atau ‘kufiya’, namun ujud topi ini sama sekali berbeda dengan tutup kepala orang Melayu ini. Kaffiyeh
berbentuk kain katun segi empat yang ditangkupkan di atas kepala dan
pola kainnya biasanya berbentuk kotak-kotak kecil seperti jala ikan.
Tokoh yang populer mengenakan kaffiyeh
ini adalah Yasser Arafat, pejuang Palestina. Sebagaimana kata-kata Arab
lain yang diserap ke dalam bahasa Melayu, suara ‘f’ berubah pelafalan
menjadi ‘p’, sehingga ‘kufiah’ pun menjadi ‘kopiah’.
Tutup
kepala orang Melayu ini ternyata juga dikenal dengan nama ‘peci’.
Istilah ini kemungkinan besar ‘diperkenalkan’ oleh penjajah Belanda
dengan sebutan ‘petje’, yaitu kata ‘pet’ yang diberi imbuhan ‘-je’ (kebiasaan orang Belanda menambahkan akhiran ‘je’ atau ‘tje’ yang makna harfiahnya ‘kecil’). Namun sama halnya seperti ‘kaffiyeh’, ujud topi ‘pet’
ini sangat berbeda dengan ‘peci’ yang kita kenal sekarang ini. Topi pet
ini mempunyai pinggiran pelindung matahari dan biasanya dipakai oleh
tentara di daerah operasi. Penamaan yang sebetulnya keliru dari orang
Belanda ini, akhirnya malah kita adopsi menjadi kosakata Indonesia.
Jadilah ‘petje’ ini menjadi ‘peci’. Sama halnya seperti ‘je’ atau ‘tje’ lainnya, seperti ‘panje’ menjadi ‘panci’, ‘schuitje’ menjadi ‘sekoci’ (perahu penyelamat), ‘laje’ menjadi ‘laci’.
Bagaimana pula dengan istilah ‘songkok’? Dalam bahasa Inggris dikenal istilah ‘skull cap’ ( dari skull = batok kepala, cap = topi). Skull cap ini juga topi yang biasa dikenakan masyarakat di Timur Tengah, bentuknya setengah bundar dan menutupi bagian ubun-ubun (crown)
kepala, mirip dengan ‘topi haji’ yang sering dipakai orang di tanah air
kita. Di kawasan Melayu yang dahulu dijajah Inggris, istilah ‘skull cap’
ini juga mengalami metamorfosa pelafalan, dari bunyi ‘skol-kep’ menjadi
‘song-kep’ dan akhirnya ‘song-kok’. Istilah ‘songkok’ di tanah air kita
cukup populer di zaman Soekarno, namun di masa kini sepertinya agak
jarang diucapkan orang. Berbeda dengan di Malaysia dan Brunei, kata
‘songkok’ ini masih sangat galib dipakai dalam wacana sehari-hari.
sumber: bahasa.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar