Jumat, 28 November 2014

  1. HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, Rasulullah saw berabda: “Siapa yang menarik kainnya dengan penuh kebanggaan/kesombongan, Allah tidak memperhatikannya di hari kiamat”.
  2. HR Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Jary Jabir bin Salim, Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kamu meremehkan kebaikan sedikit pun, sekalipun hanya engkau berbicara dengan temanmu dan engkau tunjukkan mukamu cerah padanya, yang demikian itu termasuk kebaikan dan tinggikan kainmu sampai tengah-tengah betismu, kalau engkau enggan, maka pakailah kain itu sampai ke mata kaki dan jauhilah berpakaian dengan menjulurkan kainnya karena yang demikian termasuk bermegah-megah (sombong), sedang Allah tidak menyukai orang yang bermegah-megah”.
  3. HR Daruqutny, Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah satu diantaramu berwudlu dan memakai khuffaian (sepatu yang menutup mata kaki), maka usaplah keduanya dan shalatlah dan jangan mencabutnya bila menghendaki kecuali apabila junub”.
  4. HR Abu Dawud dari Abu Hurairah berkata: Ketika ada seorang sedang shalat sedangkan kainnya menjulur ke bawah, maka Nabi pun bersabda kepada orang tersebut: “Pergilah dan wudlulah,” Maka orang itu pergi dan berwudlu, kemudian datang lagi, dan bersabda Rasulullah: “Pergilah dan berwudlulah”, maka bertanya seseorang kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, mengapa anda menyuruhnya untuk berwudlu kemudian didiamkan? Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya ia telah shalat dengan kain yang menjulur ke bawah dan sesungguhnya Allah tidak menerima shalat seseorang yang kainnya menjulur ke bawah”. 
Memahami beberapa hadits-hadits yang saling berkaitan di atas harus dipahami secara komprehensif, yakni menjulurkan kain sampai ke bawah mata kaki dengan sikap berbangga penuh kesombongan, itulah yang dilarang dan berdosa. Kalau ada orang shalat dalam keadaan berbangga dan sombong karena bercelana panjang sampai mata kaki tertutup, maka inilah yang menjadikan shalatnya tidak diterima, bahkan harus diulang dengan berwudlu lebih dahulu untuk membersihkan diri dari dosa. Pertanyaannya, adakah di zaman sekarang ini orang bersombong dan berbangga mengenakan celana panjang sampai mata kaki tertutup? Tentunya tidak ada, karena memakai celana penjang sampai mata kaki tertutup itu sudah biasa, artinya tidak layak disombongkan karena semua orang memakai celana seperti itu.

Jadi larangan bukan pada mata kaki tertutup tetapi pada berkain menjulur ke bawah sampai di bawah mata kaki dengan sikap kesombongan dalam berpakaian, karena Nabi saw tidak melarang orang dalam shalat menutup kakinya dengan memakai khuffain (sepatu) yang pada waktu wudlu hanya diusap, tidak dibasuh.

Hukum Shalat dengan Celana Panjang Sehingga Mata Kaki Tertutup, Batalkah?

Oleh: Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin (Wakil Katib Syuriah PCNU Surabaya)

Beberapa tahun lalu saat memberi pelatihan shalat di Masjid Raudlatul Musawarah, Kemayoran Surabaya, ada jamaah yang menegaskan bahwa shalat seseorang yang sarungnya memanjang melebihi mata kaki (Isbal) maka shalatnya batal, katanya ada haditsnya.
Namun, setelah sedikit saya temukan beberapa haditsnya dan penegasan ulama ahli hadits, batalnya shalat orang tersebut bukan karena faktor Isbalnya semata, tapi faktor khuyala’ (sombong) sebagaimana larangan Isbal di luar salat yang disertai dengan sifat sombong.
Diantara hadits-haditsnya adalah sebagai berikut:

638 – حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِى جَعْفَرٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّى مُسْبِلاً إِزَارَهُ إِذْ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ ». فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ ثُمَّ قَالَ « اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ ». فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنَّ يَتَوَضَّأَ فَقَالَ « إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّى وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لاَ يَقْبَلُ صَلاَةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ إِزَارَهُ ». (سنن أبى داود – ج 2 / ص 369)

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Ketika seorang laki-laki shalat dengan memanjangkan pakaiannya, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah dan berwudlulah”, lalu ia pergi dan berwudlu. Ia pun datang dan Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah dan berwudlulah”, lalu ia pergi dan berwudlu. Ia pun datang dan Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah dan berwudlulah”, lalu ia pergi dan berwudlu. Ia pun datang. Seseorang bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau memerintahnya melakukan wudlu?” Nabi menjawab: “Ia shalat dalam keadaan memanjangkan pakaiannya (Isbal). Sesungguhnya Allah tidak menerima salat seseorang yang memanjangkan pakaiannya” (Hadits Riwayat Imam Abu Dawud No. 638).

       Namun, hadits ini dinilai dlaif oleh para ulama karena ‘Abu Ja’far’ tidak diketahui (sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Munawi dalam Faidl al-Qadir 2/348 secara terperinci). Bahkan ulama Wahabi juga menilainya dlaif di semua kitabnya:

قال الشيخ الألباني : ضعيف (مشكاة المصابيح – ج 1 / ص 167)

“Syaikh al-Albani berkata: Dlaif” (Misykat al-Mashabih 1/167).
 
Sementara ada riwayat shahih lainnya tetapi justru menegaskan karena faktor ‘sombong’, yaitu:

637 – حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ عَنْ أَبِى عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِى عُثْمَانَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِى صَلاَتِهِ خُيَلاَءَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِى حِلٍّ وَلاَ حَرَامٍ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ رَوَى هَذَا جَمَاعَةٌ عَنْ عَاصِمٍ مَوْقُوفًا عَلَى ابْنِ مَسْعُودٍ مِنْهُمْ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ وَحَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ وَأَبُو الأَحْوَصِ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ. (سنن أبى داود – ج 2 / ص 368)

“Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa memanjangkan pakaiannya dalam shalat karena sombong, maka tidak ada bagi Allah untuk menghalalkan baginya masuk neraka dan mengharamkan surga baginya”. Abu Dawud berkata: Para ulama meriwayatkan hal ini dari ‘Ashim yang mauquf kepada Ibnu Mas’ud, diantaranya Hammad bin Salamah, Hammad bin Zaid, Abu Ahwash dan Abu Muawiyah” (Abu Dawud No. 637).
 
Kesimpulannya hukumnya adalah sebagai berikut:

وَإِطَالَة الذَّيْل مَكْرُوهَة عِنْد أَبِي حَنِيفَة وَالشَّافِعِيّ فِي الصَّلَاة وَغَيْرهَا ، وَمَالِك يُجَوِّزهَا فِي الصَّلَاة دُون الْمَشْي لِظُهُورِ الْخُيَلَاء فِيهِ . كَذَا قَالَ فِي الْمِرْقَاة . (عون المعبود – ج 2 / ص 157)

“Memanjangkan pakaian adalah makruh menurut Abu Hanifah dan asy-Syafi’i, baik di dalam shalat atau lainnya. Sedangkan Malik memperbolehkannya dalam shalat, bukan saat berjalan, karena sombong terlihat nyata dalam berjalan” (Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 2/157).

sumber: www.islam-institute.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar