Hukum Jaket Kulit Untuk Sholat
Apabila kulit yang
dimaksud adalah kulit dari binatang halal yang telah disembelih, maka
hal ini tidak diperselisihkan kesucian, dan kebolehannya untuk
digunakan. Akan tetapi, apabila kulit tersebut dari binatang halal yang
mati tidak disembelih/bangkai seperti bangkai domba, sapi, atau onta,
maka ada dua pendapat dalam hal ini:
1. Kulit binatang halal
yang menjadi bangkai tidak bisa menjadi suci walaupun sudah dibersihkan
dan dikeringkan (disamak)
ini adalah riwayat dari Umar bin Khottob,
Ibnu Umar, Imron bin Husain dan Aisyah رضي الله عنهم. Pendapat ini
didasari oleh sebuah hadits:
فَلَا تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلَا عَصَبٍ
…Maka jangan dimanfaatkan bagian dari bangkai, jangan pula otot-ototnya (HR. Ahmad dalam Musnadnya)
2.
Pendapat kedua mengatakan bahwa kulit tersebut menjadi suci dan boleh
digunakan, apabila telah dibersihkan dan dikeringkan (disamak)
Hadist yang ririwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Atho’, Hasan al-Bashri,
as-Sya’bi, an-Nakho’i, Qotadah, Said bin Jubair, Abu Hanifah, Syafi’i,
Malik, al-Auza’i, al-Laits, Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarok, dan salah
satu riwayat dari Imam Ahmad.[1]
Pendapat terakhir inilah
yang rojih/kuat, sebab banyak sekali hadits shohih yang menerangkan
bahwa kulit bangkai dapat menjadi suci apabila telah disamak,
sebagaimana sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم:
دِبَاغُ جُلُودِ الْمَيْتَةِ طُهُورُهاَ
Sucinya kulit bangkai
adalah dengan disamak. (HR. Ibnu Majah 2/291, dan dishohihkan oleh
Syaikh al-Albani رحمه الله dalam Shohih wa Dho’if al-Jami’ no.3360)
Adapun pendapat pertama
lemah, karena hadits yang dijadikan dalil tidak shohih, karena hadits
tersebut goncang sanadnya, dan hadits mursal (ada perowi yang gugur
setelah sahabat), karena Abdulloh bin Ukaim tidak pernah mendengar
hadits dari Nabi صلى الله عليه وسلم.[2]
Dari keterangan di atas
dapat dipahami bahwa sholat dengan menggunakan jaket kulit tidak
dilarang. Adapun masalah tasyabbuh, maka ini bukan termasuk tasyabbuh,
karena jaket bukan termasuk ciri khusus tandanya orang kafir.
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله: “Tasyabbuh
dengan setan atau orang kafir adalah apabila seseorang melakukan suatu
perbuatan, atau memakai pakaian yang mana (perbuatan atau pakaian) itu
merupakan ciri khusus mereka, sama saja hukumnya apakah ada niatan atau
tidak ada niatan meniru mereka.”
Ukuran tasyabbuh dalam
berpakaian adalah apabila suatu pakaian bila manusia mengatakan itu
adalah pakaiannya orang kafir, maka haram hukumnya bagi orang Islam
untuk memakainya (karena ini termasuk tasyabbuh), apabila orang
mengatakan ini adalah seragam khusus orang kafir, maka haram bagi
seorang muslim meniru-niru mereka. Allohu a’lam.[]
Disalin dari Majalah al-Furqon no.78 Ed.8 Th. ke-7 1429/2008 rubrik Soal Jawab hal.6 asuhan Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM حفظه الله.
[1]
Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad ibnu Ibrohim رحمه الله,
Syaikh Abdur Rohman as-Sa’di رحمه الله, Syaikh Ibnu Baz رحمه الله,
Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله dan lainnya
[2] Diringkas dari Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram 1/160-161.
Sumber: soaldanjawab.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar