Kamis, 04 Desember 2014

Pakaian Wanita Didalam Sholat

Pakaian Wanita di dalam Shalat
            Di sekitar kita banyak dijumpai wanita shalat mengenakan mukena/rukuh yang tipis transparan, sehingga terlihat rambut panjangnya tergerai di balik mukena. Belum lagi pakaian yang dikenakan di balik mukena. Terlihat tipis, tanpa lengan, pendek dan ketat, menggambarkan lekuk-lekuk tubuhnya. Pakaian seperti ini jelas tidak bisa dikatakan menutup aurat.
Jika ada yang berdalih, “Saya mengenakan pakaian shalat yang seperti itu hanya di dalam rumah, sendirian di dalam kamar dan lampu saya padamkan!”, kita katakan bahwa pakaian shalat seperti itu (mukena ditambah pakaian minim di baliknya) tidak boleh dikenakan walaupun ketika shalat sendirian, tanpa ada seorang pun yang melihat. Sebab, pakaian itu tidak cukup untuk menutup aurat, padahal ketika shalat wanita tidak boleh terlihat bagian tubuhnya kecuali wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. (Lihat ucapan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa sebagaimana dinukilkan di atas)
Terlebih lagi pelarangan—bahkan pengharamannya—ketika pakaian seperti ini dipakai keluar rumah untuk shalat di masjid atau di hadapan laki-laki yang bukan mahram.
Jika demikian, bagaimana sebenarnya pakaian yang boleh dikenakan oleh wanita di dalam shalatnya?
Masalah pakaian wanita di dalam shalat ini disebutkan dalam beberapa hadits yang marfu’. Namun, kedudukan hadits-hadits tersebut diperbincangkan oleh ulama.
Di antaranya, hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha,
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ
“Allah tidak menerima shalat wanita yang telah haid (baligh) kecuali apabila ia mengenakan kerudung (dalam shalatnya).” (HR. Abu Dawud no. 641 dan selainnya)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam at-Talkhisul Habir (2/460), hadits ini dianggap cacat oleh ad-Daraquthni karena mauquf-nya (hadits yang berhenti hanya sampai sahabat).
Adapun al-Hakim menganggapnya mursal (hadits yang terputus antara tabi’in dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Apakah wanita boleh shalat dengan mengenakan dira’4 dan kerudung tanpa izar5?”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّي ظُهُوْرَ قَدَمَيْهِ
“(Boleh), apabila dira’nya itu luas/lapang hingga menutupi punggung kedua telapak kakinya.” (HR. Abu Dawud no. 640)
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ini tidak sahih sanadnya, baik secara marfu’ maupun mauquf, karena hadits ini berporos pada Ummu Muhammad bin Zaid, padahal dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal). Demikian diterangkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Tamamul Minnah (hlm. 161).
Meski demikian, ada riwayat-riwayat yang sahih dari para sahabat dalam pemasalahan ini sebagaimana akan kita baca berikut ini.
Abdur Razzaq ash-Shan‘ani rahimahullah meriwayatkan dari jalan Ummul Hasan, ia berkata, “Aku melihat Ummu Salamah istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, shalat dengan mengenakan dira’ dan kerudung.” (al-Mushannaf, 3/128)6
Ubaidullah al-Khaulani, anak asuh Maimunah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa Maimunah shalat dengan memakai dira’ dan kerudung tanpa izar. (Diriwayatkan oleh al-Imam Malik dalam al-Muwaththa’ dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf)7
Masih ada atsar lain dalam masalah ini, yang semuanya menunjukkan bahwa shalat wanita dengan mengenakan dira’ dan kerudung adalah perkara yang biasa serta dikenal di kalangan para sahabat, dan ini merupakan pakaian yang mencukupi bagi wanita untuk menutupi auratnya di dalam shalat.
Apabila wanita itu ingin lebih sempurna dalam berpakaian ketika shalat, ia bisa menambahkan izar atau jilbab pada dira’ dan kerudungnya. Ini yang lebih sempurna dan lebih utama, kata asy-Syaikh al-Albani rahimahullah. Dalilnya ialah riwayat dari Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Wanita shalat dengan mengenakan tiga pakaian yaitu dira‘, kerudung, dan izar.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan isnad yang sahih, lihat Tamamul Minnah, hlm. 162)
Jumhur ulama sepakat, pakaian yang mencukupi bagi wanita dalam shalatnya adalah dira’ dan kerudung. (Bidayatul Mujtahid, hlm. 100)
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Disenangi bagi wanita untuk shalat mengenakan dira’—pakaian yang sama dengan gamis, namun lebar dan panjang sampai menutupi kedua telapak kaki—kemudian mengenakan kerudung yang menutupi kepala dan lehernya, dilengkapi dengan jilbab yang diselimutkan ke tubuhnya di atas dira’. Demikian yang diriwayatkan dari ‘Umar, putra beliau (Ibnu ‘Umar), ‘Aisyah, Abidah as-Salmani, dan ‘Atha. Ini juga merupakan pendapat al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Beliau berkata, ‘Kebanyakan ulama bersepakat untuk pemakaian dira’ dan kerudung, apabila ditambahkan pakaian lain, itu lebih baik dan lebih menutup’.” (al-Mughni, 1/351)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Disenangi bagi wanita untuk shalat dengan mengenakan tiga pakaian: dira’, kerudung, dan jilbab yang digunakan untuk menyelubungi tubuhnya, kain sarung di bawah dira’, atau sirwal (celana panjang yang lapang dan lebar) karena lebih utama daripada sarung.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Wanita shalat dengan mengenakan dira’, kerudung, dan milhafah.’
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah shalat dengan mengenakan kerudung, izar, dan dira’. Ia memanjangkan izar-nya untuk berselubung dengannya. Ia pernah berkata, ‘Wanita yang shalat harus mengenakan tiga pakaian apabila ia mendapatkannya, yaitu kerudung, izar, dan dira’.’ (Syarhul ‘Umdah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/322)
  
Bolehkah Shalat dengan Satu Pakaian?
       Di dalam shalat, wanita dituntunkan untuk menutup seluruh tubuhnya kecuali bagian yang boleh terlihat, walaupun ia hanya mengenakan satu pakaian yang menutupi kepala, dua telapak tangan, dua telapak kaki, dan seluruh tubuhnya kecuali wajah.
Seandainya ia berselimut dengan satu kain sehingga seluruh tubuhnya tertutupi kecuali muka, dua telapak tangan dan telapak kakinya maka ini mencukupi baginya, menurut pendapat yang mengatakan dua telapak tangan dan telapak kaki tidak termasuk bagian tubuh yang wajib ditutup. (asy-Syarhul Mumti’, 2/165)
Ikrimah rahimahullah berkata, “Seandainya seorang wanita shalat dengan menutupi tubuhnya dengan satu pakaian/kain maka hal itu dibolehkan.” (Shahih al-Bukhari, “Kitab ash-Shalah bab Berapa Pakaian yang Boleh Dikenakan Wanita Ketika Shalat”)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menyatakan, “Setelah menghikayatkan pendapat jumhur bahwa wajib bagi wanita untuk shalat memakai dira’ dan kerudung, Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, ‘Yang diinginkan dengan pendapat tersebut adalah ketika shalat seorang wanita harus menutupi tubuh dan kepalanya. Seandainya pakaian yang dikenakan itu lapang/lebar lalu ia menutupi kepalanya dengan sisa/kelebihan pakaiannya maka hal itu dibolehkan.’
Ibnul Mundzir juga berkata, ‘Apa yang kami riwayatkan dari Atha’ rahimahullah bahwasanya ia berkata, [Wanita shalat dengan mengenakan dira’, kerudung, dan izar], demikian pula riwayat yang semisalnya dari Ibnu Sirin rahimahullah dengan tambahan milhafah, maka aku menyangka hal ini dibawa pemahamannya kepada istihbab8.” (Fathul Bari, 1/602—603)
Mujahid dan ‘Atha rahimahumallah pernah ditanya tentang wanita yang memasuki waktu shalat sementara ia tidak memiliki kecuali satu baju, apa yang harus dilakukannya?
Mereka menjawab, “Ia berselimut dengannya.”
Demikian pula yang dikatakan Muhammad bin Sirin rahimahullah. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 2/226)
Demikian apa yang dapat kami nukilkan dalam permasalahan ini untuk pembaca. Semoga memberi manfaat!
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

Sumber: asysyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar