Menurut berbagai sumber yang saya
baca, keberadaan mukena sesungguhnya dilatarbelakangi oleh kultur
masyarakat indonesia yang dulu belum tersentuh oleh ’hijab’. Mayoritas
perempuan muslim Indonesia dulunya belum mengenal ’hijab’ atau pakaian
syar’i yang diwajibkan dalam Islam. Maka, ketika hendak sholat, mereka
’menciptakan’ busana baru tanpa harus menanggalkan busana yang dipakai
dalam keseharian. Maka lahirlah mukena yang disesuaikan dengan syariat;
panjang sampai menutup kaki, longgar, tidak menonjolkan lekuk,
memperlihatkan wajah dan telapak tangan yang wajib terlihat dalam
sholat, dan umumnya berwarna putih–representasi ’kesucian ibadah’ dan
dulunya hanya ada dua model; pasangan atas-bawahan dan mukena terusan.
Ketika belajar Islam lebih dalam,
saya baru menyadari bahwa mukena bukan pakaian wajib yang dikenakan
dalam sholat. Bahkan, ketika kuliah dulu, lazim melihat teman-teman
perempuan saya sholat memakai baju kurung atau gamis yang menempel di
badan, dengan jilbab longgar hingga menutup dada dan kaus kaki. Sesimpel
itu. Dan, maaf, sholatnya tetap sah! Karena tidak ada dalam aturan
Islam manapun yang mensyaratkan sholat harus memakai mukena. Asal bunda
memakai pakaian yang longgar yang menutup aurat, dari kepala hingga
kaki, memperlihatkan wajah dan telapak tangan, cukuplah memenuhi semua
syarat sahnya sholat. Seperti dikuatkan dengan hadist mauquf dari Ummu Salamah :
Dia pernah bertanya kepada Nabi salallaahu ‘alaihi
wasallam, “Apakah seorang wanita itu boleh sholat dengan mengenakan
baju panjang dan penutup kepala tanpa mengenakan kain?” Beliau menjawab,
” Boleh, jika baju itu luas yang biasa menutupi kedua punggung telapak
kakinya.“(Hadits Mauquf dan Shohih Riwayat Abu Daw).
Ketika kemarin diberi kesempatan berziarah ke
Madinah dan Mekkah, saya menikmati pemandangan bagaimana seluruh
perempuan di penjuru dunia sholat di Nabawi dan Masjidil Haram dengan
pakaian takwa masing-masing yang tentunya disesuaikan dengan budaya
setempat, seperti perempuan jazirah Arab dengan abaya mereka, perempuan India dengan kain sari mereka,
kaum perempuan Indonesia dan Malaysia dengan mukena kebanggaan mereka.
Lucunya, ada beberapa komunitas perempuan yang sholat dengan kain-kain
panjang gelondongan—yang bisa saya taksir panjangnya 3-5 meter X 1,5
meter yang khusus dibeli di penjaja kakilima—yang membuat saya
ngakak-ngikik ketika mereka pakai. Kain polosan yang hanya dijulurkan
diatas kepala, membelit tubuh sampai kaki. Dan mereka khusyuk beribadah.
Subhanallah…
Namun begitu, biarpun sholat tetap sah tanpa mukena, jangan coba-coba
sholat dengan memakai jeans atau legging yang ketat atau kerudung
pendek. Cara yang aman dan syar’i adalah berkerudunglah yang rapi dan
memakai gamis yang longgar atau tetaplah membawa mukena kebanggaan
bunda.
Sumber: kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar